Prihatin dengan polemik puisi Gus Mus yang dibaca Ganjar Pranowo, ratusan orang berkumpul di Posko Pandanaran Seratus (Panser) dan membacakan kembali puisi berjudul “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana” tersebut. Ganjar Pranowo membacakan kembali puisi Gus Mus itu dalam sebuah acara di stasiun televisi dan kemudian dikaitkan dengan isu SARA oleh kelompok tertentu.
Para pembaca puisi tersebut berasal dari berbagai kalangan seperti seniman, mahasiswa, pekerja swasta, relawan, politisi, kiai, dan santri. Beberapa mahasiswa yang hadir merupakan mahasiswa Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, salah satunya bernama Ahmad Fauzi. “Kami tahun puisi ini sempat dipersoalkan di sosial media. Persoalan tersebut mungkin tidak akan pernah ada bila si pelapor tabayun. Setelah tahu itu puisi Eyang Gus Mus, tidak jadi lapor,” kata Ahmad Fauzi.
Mahasiswa semester VIII itu menjelaskan bahwa puisi Gus Mus tersebut merupakan kritikan untuk pemerintah terhadap permasalahan masyarakat saat puisi tersebut ditulis tahun 1987. Ahmad Fauzi meminta warganet untuk tidak menyebarkan hoaks mengenai pembacaan puisi Gus Mus oleh Ganjar Pranowo yang dikait-kaitkan dengan isu SARA.
Sementara itu Vikirrahman, seorang pekerja swasta di Semarang, tampil beda dengan menutup kedua telinganya dengan lakban. Vikirrahman lalu memahami tanpa indera pendengaran saat seseorang membacakan puisi Gus Mus tersebut. Vikirrahman mengatakan, “Banyak orang sekarang mudah sekali terprovokasi hanya karena mendengar dan melihat, ia ikut memaki dan meneriaki, tanpa mengkaji, bertanya, berdiskusi. Maka saya mengajak mari memahami puisi Gus Mus bukan dengan indera tapi dengan hati.”
Setelah itu beberapa seniman asal Semarang seperti Agoes Dewa, Marco Marnadi, dan Mbah Wien Blues tampil di panggung membacakan puisi Gus Mus. Ada juga perwakilan dari Santri Gayeng, Seknas Jokowi Kota Semarang, Seknas Jokowi Jawa Tengah, Relawan Projo, Bara JP, dan Dulur Ganjar. Bahkan Ketua DPRD Kota Semarang, yang juga pengurus DPC PDI Perjuangan Kota Semarang, Supriyadi, juga ikut tampil membacakan puisi tersebut.
“Kami ada di sini untuk menghormati Gus Mus. Ini bentuk keprihatinan kami ketika karya ulama besar seperti beliau yang dibacakan Pak Ganjar kok dinilai menistakan agama. Sekaligus kami mengampanyekan pilkada yang adem, damai, dan asyik seperti pembacaan puisi malan ini,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Be the first to comment