Ketua DPR RI Puan Maharani kembali berbicara soal keadilan yang harus menunggu viral dulu di mana fenomena ini seperti telah menjadi keniscayaan di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Puan saat memimpin Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI.
Dalam pidatonya di Sidang Bersama DPR-DPD, Puan banyak berbicara soal demokrasi di Indonesia terutama setelah pelaksanaan Pemilu 2024. Ia lalu menyinggung soal praktik demokrasi berwacana di Indonesia dampak dari media sosial. Menurutnya era media sosial membuat pengaruh besar dalam mencari keadilan di Indonesia.
“Dalam praktik berdemokrasi di Indonesia, saat ini berkembang juga demokrasi deliberatif yaitu demokrasi berwacana,” ujar Puan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Sidang Bersama DPR-DPD yang masih dalam satu rangkaian dengan Sidang Tahunan MPR ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Ma’ruf Amin, beserta jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju dan pimpinan lembaga/instansi Negara. Termasuk Menhan Prabowo Subianto yang juga Presiden terpilih, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Puan mengatakan, media sosial menjadi salah satu kekuatan utama dalam demokrasi wacana, serta membangun opini dan persepsi. Melalui media sosial dapat diciptakan berbagai persepsi. Persepsi mengangkat citra seseorang, persepsi yang merendahkan seseorang. Bahkan orang yang baik dapat dipersepsikan menjadi orang yang jahat.
“Begitu juga sebaliknya orang yang jahat dipersepsikan menjadi orang yang baik, orang yang salah menjadi orang yang benar, orang yang benar menjadi orang yang salah,” tutur Puan.
Mantan Menko PMK ini pun mengingatkan, demokrasi wacana bukanlah kebebasan tak terbatas. Sebab, kata Puan, batas dari hak setiap warga negara di dalam negara demokratis adalah menjamin hak warga negara dibatasi oleh hak warga negara lainnya.
“Oleh karena itulah peran Negara diperlukan untuk menjamin hak berdemokrasi yang sama bagi semua warga negara, hak mendapatkan rasa aman yang sama bagi semua warga negara, hak untuk hidup tentram yang sama bagi semua warga negara. Peran negara adalah untuk menjamin dan melindungi harkat dan martabat setiap warga negara,” paparnya.
Puan menyebut, berdialektika dalam demokrasi wacana mensyaratkan para pihak yang berdialektika memiliki kualitas informasi dan pengetahuan yang berimbang. Tanpa syarat ini, maka dialektika disebut tidak berjalan.
“Brain storming menjadi brain washing, yang dalam jangka menengah dan panjang terjadi pengendalian persepsi,” tukas Puan.
Puan mengatakan, berbagai permasalahan yang dihadapi rakyat semakin membutuhkan kehadiran negara. Ia lalu kembali menyinggung soal ‘No Viral, No Justice’ atau fenomena keadilan yang didapat dengan cara viral.
“Ketika negara terlambat atau tidak responsif, rakyat mengambil inisiatifnya sendiri dengan mem-viralkan di media sosial; No Viral, No Justice,” ujarnya.
Puan mengatakan, menjadi tanggung jawab bersama lembaga kekuasaan negara, untuk dapat menjalankan kekuasaan negara secara efektif, responsif, cepat, serta memperhatikan rasa keadilan dan rasa kepatutan dalam menangani setiap urusan rakyat. Dalam hal ini adalah DPR RI, DPD RI, Pemerintah Pusat dan Daerah, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), TNI, dan Polri.
“Sehingga rakyat merasakan kehadiran Negara. Kehadiran negara jangan menunggu ‘Viral For Justice’. Kehadiran negara adalah hadirnya keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat,” tegas Puan.
Pesan tersebut menjadi penting terutama jelang peringatan HUT ke-79 RI esok hari. Menurut Puan, 17 Agustus 2024 merupakan momen tentang 79 tahun bangsa ini menjadi Indonesia.
“Menjadi Indonesia, berarti kita bertekad dan bekerja untuk memiliki suatu bangsa dan negara yang berkarakter Indonesia,” ucap cucu Bung Karno tersebut.
Puan menyatakan, sudah 79 tahun, Indonesia melakukan pembangunan di berbagai bidang. Mulai dari bidang politik, pertahanan dan keamanan (hankam), sosial, ekonomi, budaya, religi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan lain sebagainya.
Indonesia harus melakukan perubahan atau penyempurnaan agar tidak hanya fokus pada hal-hal yang telah dan hal-hal yang belum tercapai. Sebab fokus pada hal-hal yang telah dicapai hanya akan mengantarkan pada misi melanjutkan.
Sementara fokus pada hal-hal yang belum berhasil dicapai hanya akan mengantarkan bangsa ini melakukan perubahan atau penyempurnaan.
“Jadi, di antara yang akan melanjutkan dan yang akan melakukan perubahan atau penyempurnaan, masih terdapat pengarusutamaan yang lain yaitu progresif, yang berarti maju berkembang dan berkembang maju,” pungkas Puan.
Be the first to comment