Arti Penting Pendidikan dan Pembangunan Menurut Bung Karno

Pendidikan
Foto: Bung Karno (Kanan) Meninjau Langsung Program Pemberantasan Buta Huruf pada Kisaran Tahun 1948

Kota Semarang – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei harus dijadikan momentum oleh seluruh rakyat Indonesia dalam meningkatkan kualitas SDM. Bagaimana tidak, SDM yang unggul faktanya memiliki implikasi yang penting terhadap tercapainya tujuan bangsa dan cita-cita nasional.

Dalam teori pembangunan mutakhir, People Centered Development misalnya, SDM menjadi faktor kunci tercapainya pembangunan sebuah negara. Teori itu menekankan bahwa masyarakat harus menjadi pusat dari pembangunan, tidak hanya sekedar menjadi objek, tapi juga subjek (pelaku) pembangunan itu sendiri. Adapun untuk mencapai kekuatan SDM yang memadai, maka pendidikan menjadi jalan utama yang harus ditempuh.

Pentingnya pendidikan baik secara intelektualitistik maupun moralistik pernah diutarakan oleh Presiden RI pertama, Bung Karno. Baginya, pendidikan adalah cermin kehidupan sebuah bangsa. Pandangan itu tidak bisa dilepaskan dari perkembangan aliran pendidikan nasional pada zamannya, di mana waktu itu berbagai elemen masyarakat mengembangkan sistem pendidikan nasional.

Di antaranya adalah sekolah Muhammadiyah mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi, NU dengan pesantrennya, Taman Siswa dan Perguruan Rakyat yang dibuat atas inisiasi tokoh-tokoh PNI. Bagi Bung Karno, berbagai macam sistem pendidikan itu adalah bentuk sistem pendidikan nasional Indonesia yang diyakini akan turut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tak hanya pendidikan untuk meningkatkan kapasitas intelektual saja, tapi pendidikan bagi Bung Karno mesti bisa membuat seluruh insan mempunyai karakter yang baik. Penghayatan terhadap tata nilai bangsa dan pemikiran yang visioner terhadap arah negara menurutnya bisa menjauhkan rakyat dari kebodohan.

“Bangsa Indonesia harus mempunyai isi-hidup dan arah-hidup. Kita harus mempunyai levensinhoud dan levensrichting. Bangsa yang tidak mempunyai isi-hidup dan arah-hidup adalah bangsa yang hidupnya tidak dalam, bangsa yang dangkal, bangsa yang cetek, bangsa yang tidak punya levensdiepte sama sekali,” papar Bung Karno dalam Amanat Proklamasi 17 Agustus 1956.

“Ia adalah bangsa penggemar emas-sepuhan, dan bukan emasnya batin. Ia mengagumkan kekuasaan pentung, bukan kekuasaan moril. Ia cinta kepada gebyarnya lahir, bukan kepada nur-nya kebenaran dan keadilan. Ia kadang-kadang kuat, tetapi kuatnya adalah kuatnya kulit, padahal ia kosong-melompong di bagian dalamnya,” lanjutnya.

Dalam tesisnya, Bung Karno juga menjelaskan jika kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai dengan cara revolusi dan revolusi ini akan berhasil jika ditopang oleh nasionalisme. Maka, kemerdekaan tanpa nasionalisme tidaklah mungkin, demikian juga sebaliknya.

Tentu untuk menanamkan dan membangkitkan nasionalisme di era aktual, masyarakat harus diberi pendidikan yang tepat. Jika anak-anak muda hari ini kehilangan spirit nasionalisme-nya, maka sejatinya bangsa ini tengah kehilangan kepribadiannya dan hal itu sangat berbahaya untuk masa depan negara.

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa pendidikan memang harus ditempuh oleh setiap warga negara. Di sisi lain, pemerintah juga mesti menyediakan sarana dan prasarana yang mencukupi untuk menjamin kelangsungan proses pendidikan, karena sesungguhnya salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tim Editor

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*