Pasangan Ganjar Pranowo dan Taj Yasin Maimoen (Ganjar-Yasin) merupakan perpaduan kekuatan Nasionalis dan Relijius (Islam) yang merepresentasikan masyarakat Jawa Tengah. Mengulangi sejarah kemesraan antara Bung Karno (PNI) dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Usia sepuh tidak menghalangi niat Mbah Moen, panggilan akrab Kyai Haji Maimoen Zubair, untuk bersilaturahim dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri. Setelah menempuh perjalanan darat sekitar 160 km dari Sarang, Rembang, Mbah Moen yang kini berusia 91 tahun langsung menghadiri acara makan malam bersama Ibu Mega di Semarang, 14 Februari lalu.
Acara silaturahim yang digagas Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng, Mas Bambang Patjul, ini berlangsung guyub dan hangat. Beberapa kali Mbah Moen yang diapit Taj Yasin terlihat berbincang akrab dengan Ibu Mega yang didampingi Ganjar Pranowo.
Mbah Moen mengaku bersyukur atas pemilihan putranya, Taj Yasin, sebagai Calon Wakil Gubernur mendampingi kader PDI Perjuangan Ganjar Pranowo. “Jawa Tengah itu tolok ukur (nasional), awal terjadinya perubahan apa pun di Indonesia. Kalau Jawa Tengah baik, maka Indonesia akan baik,” ujarnya dalam sambutan tunggal malam itu.
Atas alasan itulah pengasuh Ponpes Sarangan, Rembang, ini mengikhlaskan anaknya, Taj Yasin, maju sebagai Calon Wakil Gubernur Jateng mendampingi kader partai nasionalis Ganjar Pranowo. Padahal beberapa kali pinangan pihak lain, termasuk pinangan dari calon gubernur lainnya, yakni Sudirman Said, ditolak oleh Mbah Moen.
Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Mega sangat berterimakasih kepada Mbah Maimoen yang sudah merestui Gus Yasin bersanding dengan Ganjar. “Saya maturnuwun kepada Mbah Maimoen. Beliau ini Bapaknya Gus Yasin. Terima kasih karena sudah hadir dan berjuang bersama kami di Jawa Tengah,” kata Ibu Megawati Soekarnoputri dalam pengarahan Rakerdasus PDI Perjuangan Jateng, 14 Februari lalu.
Kedekatan antara Bu Mega dan Mbah Maimoen sudah terjalin lama. Bahkan, bisa dibilang, hubungan batin antara kedua tokoh tersebut sangat dekat. Tidak heran jika kemudian Mbah Maimoen memilih untuk mengizinkan puteranya, Gus Yasin, berdampingan dengan Mas Ganjar daripada dengan Sudirman Said.
Dalam proses bersatunya Ganjar-Yasin dalam Pilgub kali ini, Gus Yasin bercerita bahwa pada suatu saat di hari Minggu, ia ditawari Mbah Maimoen untuk mendampingi Mas Ganjar, sebagai Calon Wakil Gubernur. “Respon saya, apa ndak salah niki Mbah? Lalu Mbah Moen bilang kepada saya, jika saya tidak nurut kepada Bu Mega itu berarti saya menyakiti Bu Mega. Dan, itu artinya sama dengan menyakiti beliau (Mbah Moen),” ungkap Gus Yasin.
Selanjutnya Gus Yasin pun bersalaman dengan ayahanda beiau, Mbah Moen. “Wes mantep yoo?” tanya Mbah Moen kepada Gus Yasin, yang langsung dijawab dengan satu kata lugas oleh Gus Yasin: “Nggih, sampun mantep.”
Sejarah NU-Nasionalis
Bagi Gus Yasin, pilihan Bu Mega untuk menyandingkan dirinya dengan Mas Ganjar sangat bernuansa historis kebangsaan. Menurut Gus Yasin, pasangan Ganjar-Yasin merupakan simbol persatuan antara kekuatan nasionalis dan muslim religius di Jawa Tengah, yang sesungguhnya telah terjalin sejak lama, sejak era sebelum kemerdekaan. Bahkan, Gus Yasin meyakini bahwa kemerdekaan Republik Indonesia merupakan buah perjuangan yang dimotori oleh persatuan para kaum nasionalis dan religius.
Menurut Gus Yasin, kedekatan antara dua elemen kejuangan tersebut, bisa dilihat dari catatan sejarah yang menuliskan kedekatan jalinan persahabatan juang antara Bung Karno dan Mbah Kiai Wahab Hasbullah; serta antara Bung Karno dengan para kiai dan warga NU.
Pada saat menghadiri Muktamar NU ke-23 di Surakarta, 28 Desember 1962, Bung Karno secara tegas menyatakan, “Saya sangat cinta kepada NU. Kehadiran saya di muktamar ini adalah bentuk kecintaan saya kepada NU. Tidak perlu diragukan lagi,” kata Bung Karno seperti ditirukan oleh Gus Yasin.
Dalam kesempatan tersebut, Bung Karno juga memberikan apresiasi kepada NU dan Rais Aam KH Wahab Hasbullah, atas gagasannya dalam usaha merebut Irian Barat. “Baik ditinjau dari sudut agama, nasionalisme, maupun sosialisme. NU memberi bantuan yang sebesar-besarnya. Malahan, ya memang benar, Pak Wahab ini yang bilang sama saya waktu di DPA, ketika dibicarakan tentang berunding apa tidak dengan Belanda mengenai Irian Barat, beliau menyatakan untuk tidak usah berunding. Atas advis anggota DPA yang bernama Kiai Wahab Hasbullah itu, maka kita menjalankan Trikora dan berhasil saudara-saudara,” lanjut Bung Karno seperti dikutip NU.or.id.
Sumber : Majalah Derap Juang Edisi 02 – 2018
Be the first to comment