Politisi PDI Perjuangan, Aria Bima, menilai penolakan masyarakat terhadap gerakan 2019 Ganti Presiden merupakan hal yang wajar. Menurut Aria Bima, masyarakat melakukan penolakan karena merasa resah dengan adanya jargon politik tersebut.
“Kalau ada reaksi itu kekerasan kedua. Reaksi pertama adalah mengumpulkan massa dengan hashtag itu. Jadi kekerasan kedua adalah penolakan,” kata Aria Bima kepada CNN Indonesia, Senin, 27 Agustus 2018.
Aria Bima yang menjabat Direktur Program pada Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin mengatakan bahwa dirinya sejak awal memberi tahu Mardani Ali Sera untuk tidak menggunakan jargon tersebut. Menurutnya, jargon tersebut terasa provokatif dan menyerang pihak lain.
Menurut Aria Bima, sebaiknya jargon yang dipilih itu lebih bernada dukungan terhadap calon yang diusung, bukan menyudutkan pihak lain misalnya #2019PrabowoPresiden. Aria Bima menjelaskan timses Jokowi-Ma’ruf dan seluruh relawan Jokowi tidak menyerukan jargon-jargon yang menyudutkan Prabowo Subianto maupun Sandiaga Uno
“Kalau #Jokowi2Periode atau #JokowiJadiPresidenLagi, atau #Prabowo2019 it’s okay, enggak masalah,” kata Aria Bima. Aria Bima menilai #2019GantiPresiden dalam bentuk gerakan masyarakat bisa disebut melanggar aturan. Sebab, saat ini belum memasuki masa kampanye, tetapi sudah terjadi aktivitas pengumpulan masa yang terkait dengan Pilpres 2019.
Jika pun ingin mewujudkan gerakan #2019GantiPresiden, kata Aria, sedianya dilakukan ketika memasuki masa kampanye yang baru dimulai pada 23 September mendatang. “Ketika menjadi ajang mengajak orang lain untuk ganti presiden itu ada waktunya kita dalam kampanye. Wong ini nomor urut capres-cawapresnya saja belum ada,” kata Aria.
Be the first to comment