Pada tahun 1956, dunia menyaksikan kedatangan Bung Karno ke Amerika Serikat, sebuah kunjungan yang mencatat sejarah dalam hubungan diplomatik antara kedua negara. Kunjungan ini terjadi hanya setahun setelah Konferensi Asia-Afrika di Bandung, di mana Sukarno, pemimpin yang sedang naik daun dari negara-negara Asia-Afrika, menegaskan posisinya sebagai pendukung netralitas politik di tengah gejolak Perang Dingin antara blok Barat dan Timur.
Bung Karno tiba di AS pada tanggal 16 Mei 1956, disambut dengan sambutan meriah dari publik Amerika. Lebih dari 25 ribu warga AS memenuhi jalan-jalan Washington DC untuk menyaksikan arak-arakan mobilnya. Media AS pada saat itu tidak hanya melaporkan kunjungan ini secara luas, tetapi juga mengabadikan momen-momen penting, seperti saat Sukarno turun dari mobilnya untuk berinteraksi langsung dengan warga yang menyambutnya.
Tak heran jika media AS memberikan perhatian khusus pada kehadiran Sukarno. Post and Times-Herald menulis judul “Sukarno Disambut Karpet Merah”, sementara News and Courier menekankan “Presiden Indonesia Mendapat Sambutan Meriah Saat Tiba di Washington”. Bahkan, The Christian Science Monitor menggambarkan Sukarno sebagai “Pemimpin Indonesia yang Mendapat Sambutan Meriah di AS”.
Salah satu momen puncak kunjungan ini adalah saat Sukarno bertemu dengan Presiden AS Dwight Eisenhower di Gedung Putih. Gambar Bung Karno yang memegang tongkat dan berpeci tengah berjalan di sisi Eisenhower menjadi ikonik dalam liputan media. Kharismanya sebagai orator juga menarik perhatian, dengan beberapa media menyebutnya sebagai “pembicara yang memukau”, menggambarkan kemampuannya dalam berpidato yang tidak kalah dengan para tokoh dunia lainnya seperti Roosevelt dan Churchill.
Tak cuma mengadakan pertemuan resmi, Presiden Soekarno juga menghadiri sejumlah pesta. Yang paling meriah adalah pesta di Holywood yang digelar oleh Eric Allen Johnson, Presiden Motion Picture Association of America (MPAA). Johnson mempertemukan Soekarno dengan bintang-bintang Holywood yang saat itu sedang ngetop-ngetopnya, salah satunya Marlyn Monroe. Dihadapan pesohor dan artis Hollywood, Bung Karno diberikan waktu untuk berpidato.
“Dua kali dalam sehari, saya telah menyatakan kekaguman saya untuk bangsa sebesar Amerika. Dan, saya berharap untuk memiliki lebih banyak kesempatan, tidak hanya selama kunjungan ini tetapi dalam sepanjang hidup saya untuk mengungkapkan lagi dan lagi tentang kekaguman saya untuk rakyat Amerika yang besar.” Ujar Bung Karno.
Namun, di balik sambutan hangat yang diterima, kunjungan ini juga menyiratkan ketegangan hubungan diplomatik antara AS dan Indonesia. Hal ini disebabkan karena AS pada dasarnya berharap Indonesia akan mendukung mereka dalam menentang komunisme, namun sikap netral Sukarno menimbulkan ketidakpastian di Washington. Meski demikian, penghormatan yang diberikan Amerika kepada Sukarno, bahkan dengan membandingkannya dengan George Washington dalam beberapa laporan media, menunjukkan penghargaan yang mendalam terhadap perjuangannya membebaskan Indonesia dari penjajahan.
Kunjungan ini tidak hanya meninggalkan jejak sejarah dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan AS, tetapi juga mengukuhkan posisi Sukarno sebagai salah satu pemimpin yang mempengaruhi dunia pada masanya. Memori kunjungan ini tetap hidup dalam sejarah diplomatik kedua negara, sebagai bukti hubungan yang kompleks dan dinamis antara dua kekuatan besar di dunia pada masa itu.
Tim Editor
Be the first to comment