Ratusan Orang Ikut Nobar Film Masa Kecil Ganjar Pranowo

Ratusan orang mengantre untuk mendapatkan tiket nonton bareng film Anak Negeri di E Plaza Semarang, Rabu pagi (09/05/2018). Salah satu panitia nonton bareng tersebut, Anggit Kunto, mengatakan bahwa ada tiga studio yang memutar film Anak Negeri dengan perkiraan ada 400-an penonton. Untuk acara nonton bareng tersebut, penonton tidak dipungut biaya alias gratis. Pemutaran perdama film Anak Negeri dimulai pukul 10.30 WIB.

Produser Film Anak Negeri, Andika Prabhangkara, menjelaskan bahwa potongan adegan film tidak 100 persen mirip kisah masa lalu Ganjar Pranowo. Misalnya pada adegan sang ayah memarahi Ganjar kecil karena pulang larut malam. Andika Prabhangkara mengatakan, “Pak Ganjar bilang ayahnya kalau sudah menghajar itu ganas. Tetapi tidak mungkin saya gambarkan keganasan yang sesungguhnya. Kesannya bisa kekerasan.”

Menurut Andika Prabhangkara, pesan moral dalam film berdurasi 1 jam 20 menit itu adalah ketekunan, pengorbanan dan kedisiplinan. “Prinsipnya, orang tidak punya (miskin) bisa sukses. Kami buat film itu untuk membentuk pendidikan karakter anak bangsa,” kata produser asal Yogyakarta itu.

Lebih lanjut Andika Prabhangkara mengatakan film itu tercipta terinspirasi buku novel biografi Anak Negeri yang ditulis Gatotkoco Suroso. “Saya dan Mas Gatot ketemu usai launching buku Anak Negeri. Lalu kami berdiskusi, akhirnya ada gagasan membuat film itu,” kata Andika.

Pembuatan film Anak Negeri memerlukan waktu sekitar 2,5 bulan. “Film itu kami buat di Yogya. Kala itu mbarengi (bersamaan) 3 film sekaligus di Yogya. Jadi ya belum maksimal,” kata Andika. Sementara itu penulis buku Anak Negeri, Gatotkoco Suroso, mengatakan bahwa dirinya sangat puas melihat antusias penonton pemutaran film perdana itu.

Gatotkoco Suroso mengatakan, “Ada satu hal menurut saya fenomena film ini menyatakan Ganjar dicintai warga. Itu terbukti dari penjualan buku dan pemutaran film Anak Negeri ini.” Gatot berharap buku Anak Negeri menjadi bestseller nasional, seperti buku Jokowi si Tukang Kayu, miliknya. “Klimaks pada film itu sama seperti dalam buku. Titik saat mbak Ika meninggal menjadi puncak. Almarhumah merupakan tokoh yang ngopeni Ganjar, tetapi terpaksa tidak bisa melihat kesuksesan sang adik ipar,” jelas Gatot.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*